Teknik Penulisan Soal Uraian

Bertema.com – Teknik Penulisan Soal Uraian.

Penilaian terhadap hasil belajar peserta didik merupakan salah satu kegiatan rutin dalam dunia pendidikan.

Penilaian hasil belajar dilakukan antara lain untuk mendiagnosa kekuatan dan kelemahan peserta didik, memonitor perkembangan belajar peserta didik,

menilai ketercapaian kurikulum, memberi nilai peserta didik dan menentukan efektivitas pembelajaran.

Untuk tujuan-tujuan tersebut dapat digunakan berbagai bentuk dan instrumen penilaian.

Namun tes tertulis sampai saat ini masih merupakan instrumen yang dominan digunakan dalam menilai hasil belajar peserta didik.

Tes tertulis secara umum dapat dibedakan menjadi tes dengan pilihan jawaban (non-constructed response test),

peserta didik hanya memilih dari jawaban yang disediakan, dan tes tanpa pilihan jawaban (constructed response test), peserta didik harus mengkonstruksikan jawabannya.

Tes dengan pilihan jawaban sering dikritik karena dipandang tidak dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill).

Hal ini tidaklah benar, soal tes dengan pilihan jawaban dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, hanya penyusunannya memang tidak mudah.

Di sisi lain tes tanpa pilihan jawaban (constructed response test) yang sering dipandang sesuai untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi,

bila tidak disusun dengan cermat bisa jadi hanya mengukur berpikir tingkat rendah.

Kedua bentuk tes tersebut potensial untuk mengukur berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi, tergantung kejelian dalam penulisan soal.

Oleh karena penulisan soal merupakan proses penentu kualitas tes maka penulisan soal perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.

Teknik Penulisan Soal Uraian

Penilaian dapat dilakukan untuk mengetahui materi yang belum dikuasai peserta didik, untuk melihat kemajuan peserta didik pada periode waktu tertentu,

untuk pemberian nilai, untuk penempatan peserta didik, dan untuk penentuan kelulusan peserta didik.

Secara umum penilaian dibedakan menjadi penilaian internal dan penilaian eksternal.

Penilaian internal adalah penilaian yang dilakukan oleh guru atau sekolah, sedangkan penilaian eksternal dilakukan oleh institusi di luar sekolah misalnya pemerintah atau lembaga penilaian yang diberi otoritas oleh pemerintah.

Hasil penilaian eksternal dapat berupa ujian penentu kelulusan, tes seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikut, pemantauan ketercapaian kurikulum.

Pada umumnya untuk penilaian eksternal digunakan tes tertulis sebagai prosedur atau instrumen penilaian yang baku (terstandar).

Instrumen baku tersebut menjadi penting karena perlunya membandingkan hasil peserta dengan cara objektif.

Sementara penilaian internal yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memberikan umpan balik kepada peserta didik dan

memperbaiki proses pembelajaran menggunakan instrumen yang kurang baku misalnya penilaian unjuk kerja, portofolio.

Hal ini karena fokus pada individu masing-masing peserta didik, bukan untuk membandingkan antarpeserta didik.

Ketika sekolah atau guru melakukan penilaian untuk menentukan kelulusan atau ketercapaian dari suatu standar maka penggunaan instrumen yang baku menjadi penting.

Pada saat ini umumnya tes prestasi belajar atau tes prestasi akademik menggunakan tes bentuk soal pilihan ganda (PG) karena saat ini tes PG dipandang sebagai tes objektif yang efisien digunakan untuk jumlah peserta besar.

Untuk masa yang akan datang ketika skoring soal isian atau essay dapat dilakukan oleh mesin, bukan tidak mungkin soal untuk penilaian eksternal menggunakan soal isian atau essay.

Untuk menjamin kualitas soal tes yang terstandar, pengembangan tes melalui beberapa tahap.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menyusun tes terstandar adalah

(1) menentukan tujuan tes;

(2) menentukan acuan yang akan dipakai (kriteria atau norma);

(3) membuat kisi-kisi;

(4) memilih soal-soal dari kumpulan soal yang sudah ada sesuai dengan kisi-kisinya.

Teknik Penulisan Soal Uraian

Tes tertulis merupakan kumpulan soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan.

Dalam menjawab soal, peserta didik tidak selalu harus merespon dalam bentuk tulisan, tetapi juga dapat dilakukan dalam bentuk lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar.

Soal-soal pada tes tertulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu soal dengan memilih jawaban yang sudah disediakan (bentuk soal pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan) dan soal dengan memberikan jawaban secara tertulis (bentuk soal isian, jawaban singkat, dan uraian).

Dalam penyusunan soal tes tertulis, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal dari segi materi, konstruksi, dan bahasa.

Pada kesempatan ini admin akan berbagi informasi terkait Teknik Penulisan Soal Uraian.

Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya.

Jawabannya dikemukakan dalam bentuk uraian tertulis.

1. Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian 

o Keunggulan

Dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya,

mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri.

o Keterbatasan

Jumlah materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relatif subjektif,

dan tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.

Berdasarkan penskorannya soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.

❑ Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif.

❑ Soal bentuk uraian non objektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban berupa pengertian/konsep

menurut pendapat masing-masing peserta didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskorannya dapat mengandung unsur subjektivitas).

Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskorannya.

Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskorannya berisi kunci jawaban yang lebih pasti.

Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan diberi skor 1.

Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskorannya berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskordalam bentuk rentang skor.

2. Kaidah penulisan soal uraian 

Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:

Materi

1. Soal harus sesuai dengan indikator.

2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.

3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misalnya soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensiberbahasa atau yang lainnya.

4. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas.

Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik,

misalnya kompetensi pada jenjang SMP tidak boleh ditanyakan pada jenjang SD, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SD tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP.

Konstruksi

1. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah.

Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.

2. Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.

3. Buatlah pedoman penskoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai

atau kriteria penskorannya, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.

4. Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.

Bahasa

1. Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.

2. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu.

3. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.

4. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

5. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.

6. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.

3. Penyusunan Pedoman Penskoran

Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskantentang batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif

dan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif.

Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal.

4. Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran

Uraian Objektif

1) Tuliskan semua kemungkinan jawaban benar atau kata kunci jawaban dengan jelas untuk setiap nomor soal.

2) Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu).

3) Apabila suatu pertanyaan mempunyai beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban.

Kata-kata kunci ini dibuatkan skornya (masing-masing 1).

4) Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal.

Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal.

Uraian Non-objektif

1) Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pedoman atau dasar dalam memberi skor.

Kriteria jawaban disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/ pandangan pribadi peserta didik yang berbeda dapat diskor menurut mutu uraian jawabannya.

2) Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besarnya rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal itu sendiri.

Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar.

Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian berdasarkan kualitas jawaban,

misalnya untuk rentang skor 0 – 3: jawaban tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3.

Kriteria kualitas jawaban (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal.

3) Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan.

Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.

5. Prosedur penskoran 

1) Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua peserta didik.

2) Untuk uraian objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran.

Setiap jawaban peserta didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan “Benar” dan diberi skor 1, sedangkan jawaban peserta didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap “Salah” dan diberi skor 0.

Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada jawaban peserta didik yang

kurang sempurna, kurang memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus dapat menilai seberapa jauh hal itu terjadi.

Dengan demikian dapat diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk jawaban tersebut.

3) Untuk uraian non objektif: periksalah jawaban peserta didik dengan mencocokkan jawaban dengan pedoman penskoran.

Pemberian skor disesuaikan antara kualitas jawaban peserta didik dan kriteria jawaban. Di dalam pedoman penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban.

4) Baik soal uraian objektif maupun soal non objektif, bila tiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal.

5) Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot.

Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur.

Skala yang digunakan dalam satu tes adalah 10 atau 100 sehingga jumlah bobot dari semua soal adalah 10 atau 100.

Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada saat merakit tes.

6) Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus:

Keterangan: 

Ni = Nilai untuk satu nomor soal tertentu setelah dikalikan dengan bobot.

ai = Skor perolehan peserta didik pada satu nomor soal tertentu.

c = Skor maksimum untuk nomor soal itu.

b = Bobot soal dari soal itu.

7) Jumlahkan semua nilai (Ni) yang telah diperoleh peserta didik dalam perangkat tes.

Jumlah ini disebut nilai akhir dari satu perangkat tes uraian yang disajikan.

Selengkapnya informasi terkait Teknik Penulisan Soal Uraian dapat di unduh di sini.

Baca juga:

1. Panduan Penyusunan Soal USBN

2. Panduan Penyusunan Soal SD MI

3. Teknik Penulisan Soal Pilihan Ganda

Demikian info terkait Teknik Penulisan Soal Uraian, semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *