Bertema.com – Kesultanan Aceh Darussalam Kerajaan Islam di Sumatra.
Sejak awal kedatangan Islam, Pulau Sumatra termasuk daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama Islam di Indonesia.
Dikatakan demikian mengingat letak Sumatra yang strategis dan berhadapan langsung dengan jalur perdangan dunia, yakni Selat Malaka.
Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil.
Di antara kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar. Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,
Tiku, Panchur, dan Barus.
Menurut Tomé Pires, kerajaan-kerajaan tersebut ada yang sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang sedang mengalami perkembangan, dan ada pula yang sedang mengalami keruntuhannya.
Kesultanan Aceh Darussalam Kerajaan Islam di Sumatra
Pada 1520 Aceh berhasil memasukkan Kerajaan Daya ke dalam kekuasaan Aceh Darussalam.
Tahun 1524, Pedir dan Samudera Pasai ditaklukkan. Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan
Ali Mughayat Syah menyerang kapal Portugis di bawah komandan Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.
Pada 1529 Kesultanan Aceh mengadakan persiapan untuk menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi batal karena Sultan Ali Mughayat Syah wafat pada 1530 dan dimakamkan di Kandang XII, Banda Aceh.
Di antara penggantinya yang terkenal adalah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (1538-1571).
Usaha-usahanya adalah mengembangkan kekuatan angkatan perang, perdagangan, dan mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki, Abessinia (Ethiopia), dan Mesir.
Pada 1563 ia mengirimkan utusannya ke Konstantinopel untuk meminta bantuan dalam usaha melawan kekuasaan Portugis.
Dua tahun kemudian datang bantuan dari Turki berupa teknisi-teknisi, dan dengan kekuatan tentaranya Sultan Alauddin Riayat Syah at-Qahhar menyerang dan menaklukkan banyak kerajaan, seperti Batak, Aru, dan Barus.
Untuk menjaga keutuhan Kesultanan Aceh, Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar menempatkan suami saudara perempuannya di Barus dengan gelar Sultan Barus,
dua orang putra sultan diangkat menjadi Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan gelar resminya Sultan Ghari dan Sultan Mughal, dan di daerah pengaruh Kesultanan Aceh ditempatkan wakil-wakil dari Aceh.
Kemajuan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda mengundang perhatian para ahli sejarah.
Di bidang politik Sultan Iskandar Muda telah menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur dan barat.
Demikian pula Johor di Semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian rnengakui kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam.
Kedudukan Portugis di Malaka terus-menerus mengalami ancaman dan serangan,
meskipun keruntuhan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara baru terjadi sekitar tahun 1641 oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda.
Perluasan kekuasaan politik VOC sampai Belanda pada dekade abad ke-20 tetap menjadi ancaman bagi Kesultanan Aceh.
Baca Juga:Â 1. Teori Masuknya Islam ke Nusantara |
Demikian ulasan tekait Kesultanan Aceh Darussalam Kerajaan Islam di Sumatra, semoga bermanfaat.
Rujukan: Sejarah Nasional Indonesia Kelas X