Bertema.com – Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan.
Pada kesempatan ini Admin Bertema akan berbagi informasi terkait Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan.
Pemahaman terhadapI mplementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan, sangat bermanfaat bagi para guru khususnya guru PAUD.
Hakikat Teori Neurosains
Pandangan terkini tentang neuroscience yang meyakini bahwa pertumbuhan dan perkembangan otak sebenarnya ditentukan oleh sel syaraf panjang yang mengantarkan pesan-pesan listrik lewat sistem syaraf dan otak yang disebut dengan neuron.
Otak yang telah terbentuk itu menghasilkan neuron yang umlahnya kurang lebih 100 milliaran yang mana jumlah ini jauh melebihi kebutuhan yang sebenarnya.
Neuron-neuron yang telah terbentuk ini terus tumbuh dan berkembang dengan mengeluarkan sambungan transmisi jarak jauh sistim syaraf yang dinamakan akson.
Di setiap ujungnya, akson-akson ini mengeluarkan cabang-cabang sebagai penghubung sementara dengan banyak sasaran.
Kegiatan inilah yang sebenarnya merupakan kerja sel-sel otak dalam mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dari sejak terjadinya konsepsi sampai menjelang ajalnya.
Gambar: Sambungan Transmisi Sistem Syaraf
Jadi, pada hakikatnya teori neurosains menjelaskan tentang pembelajaran berbasis perkembangan otak manusia.
Bagaimana otak bisa bekerja dengan sempurna, maka seharusnya demikian pula proses pembelajaran dilakukan.
Misalnya otak itu akan bisa bekerja dalam situasi kondisi aman, nyaman dan menyenangkan,
maka proses pembelajaran pun akan sukses apabila situasi dan kondisi di dalam kelas ataupun diluar kelas haruslah aman, nyaman dan menyenangkan pula.
Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan
Temuan tentang Neurosains dalam Pembelajaran
Masa usia dini adalah masa keemasan di sepanjang rentang kehidupan manusia.
Montessori menyatakan masa emas itu ditandai dengan berapa ciri berikut:
(1) Anak lebih mudah untuk belajar, yang disebut dengan periode sensitif untuk belajar;
(2) Anak mudah menyerap (absorbent mind) hampir semua yang dipelajarinya dari lingkungan;
(3) Anak belajar melalui alat nderanya untuk bereksplorasi, anak membutuhkan kesempatan untuk bergerak;
(4) Semakin banyak kesempatan anak mengirimkan rangsangan-rangsangan sensoris ke otak, maka semakin berkembang kecerdasannya (Britton 1992; Ag Soejono 1988; Essa 2003; Brewer 2007).
Baca Juga: Mengenal Cara Belajar Anak Usia Dini PAUD
Potensi-potensi yang terbentuk pada saat terjadinya konsepsi adalah potensi fisik dan potensi psikis.
Potensi fisik berkenaan dengan aspek-aspek fisik dan kerja organ-organ fisik (physically aspects and physically organs work). sedangkan potensi psikis berkenaan dengan aspek-aspek kejiwaan (psychologically aspects).
Melalui kegiatan-kegiatan pertumbuhan dan perkembangan otak inilah yang menyebabkan seorang manusia memiliki potensi yang unggul yang nantinya akan menjadi kemampuan anak secara fisik maupun psikisnya (Nash, 1997).
Kontribusi Teori Neurosains dalam Pendidikan
Situasi dan kondisi kelembagaan PAUD masih memiliki banyak keterbatasan dalam menyelenggarakan PAUD holistik dan integratif, diantaranya:
(1) pelayanan masih bersifat parsial (belum memenuhi seluruh aspek kebutuhan esensial anak),
(2) rendahnya pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan, serta para pemangku kepentingan tentang pentingnya pengembangan anak usia dini yang holistik integratif,
(3) kualitas pengelolaan kurang profesional,
(4) fasilitas pelayanan kurang memadai
(5) distribusi dan kualitas SDM kurang merata,
(6) keterbatasan dana dan
(7), lemahnya koordinasi atau kerjasama dengan lembaga lain yang terkait.
Mengatasi permasalahan tersebut, menjalin kerjasama dengan pihak atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam memberi layanan kepada anak menjadi sangat penting.
Misalnya, untuk memberi layanan tentang kesehatan dan gizi anak, lembaga PAUD dapat bekerja sama dengan orang atau lembaga yang ahli di bidang kesehatan gizi.
Baca Juga: Download Panduan Guru Profil Pelajar Pancasila PAUD
Misalnya Dinas Kesehatan (puskesmas), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Sementara itu, agar masyarakat, khususnya orang tua atau pendidik dapat melindungi, menjaga dan menghargai hak-hak anak,
lembaga PAUD dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) atau Komisi Perlindungan Anak.
Sedangkan Masalah pendidikan keorangtuaan (parenting) dapat melibatkan berbagai ahli di bidang pendidikan keorangtuaan (parenting).
Dengan demikian layanan yang diberikan kepada anak, selain bersifat holistik, juga bersifat integratif,
karena banyak melibatkan lembaga lain yang terkait dan peduli terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.
Demikian informasi terkait Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan, semoga bermanfaat.
Sumber: Modul Belajar Mandiri, Calon Guru ASN Bidang Studi TK/PUD.