Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Bertema.com – Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran.

Pandangan Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.

Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.

Jika teori belajar behavioristik mempelajari proses belajar sebagai hubungan stimulus-respon, teori belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual.

Teori belajar kognitif memandang bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.

Proses ini tidak, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung dan menyeluruh (Siregar & Hartini, 2010).

Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai usaha untuk mangerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh peserta didik.

Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempratekkan sesuatu untuk mencapai tujuan
tertentu.

Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi/ pengetahuan yang baru.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.

Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi / materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajari secara terpisah- pisah, akan kehilangan makna.

Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.

Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang  diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki

dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti:

“Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel,

Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya.

Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori kognitif menekankan pada proses perkembangan peserta didik.

Meskipun proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda.

Dalam proses pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar peserta didik, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak
dapat dihindarkan.

PertukaRan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran peserta didik.

Perlu disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasikan.

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaiTan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal.

Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan.

Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik.

Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik.

Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip- prinsip sebagai berikut:

a) Peserta didik bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya

b) Anak usia para sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit.

c) Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat

d) dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan peserta didik maka proses
asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

e) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki pembelajar.

f) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

g) Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.

Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.

Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui peserta didik.

h) Adanya perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik.

Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

Teori belajar yang dikembangkan oleh bruner melalui 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.

Ketiga tahapan ini dilakukan pada kegiatan inti pembelajaran.

Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran dapat menjadikan peserta didik lebih mudah dibimbing dan diarahkan.

Adapun tahapan dalam teori Bruner sebagai berikut:

1) tahap enaktif; pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau dengan menggunakan situasi nyata,

2) tahap ikonik; pada tahapa ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif, dan

3) tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol.

Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelekstual peserta didik sangat menetukan untuk
dapat tidaknya suatu konsep dipelajari dan dipahami peserta didik.

Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Terdapat dua fase dalam menerapkan teori belajar Ausubel yaitu:
1) Fase perencanaan

Pada fase perencanaan, guru melakukan beberapa hal seperti dibawah ini,

a) Menetapkan Tujuan Pembelajaran,

tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan adalah menetapkan tujuan pembelajaran.

Model Ausubel ini dapat digunakan untuk mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi.

Namun Model Ausubel tidak dirancang untuk mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan “Organized bodies of content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi.

b) Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik,

model Ausubel ini meskipun dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri,

tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat guru harus menyadari latar belakang pengetahuan peserta didik,

Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung pada sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan peserta didik, pengalaman peserta didik dan struktur pengetahuan peserta didik.

Latar belakang pengetahuan peserta didik dapat diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan.

c) Membuat struktur materi,

membuat struktur materi secara hierarkis merupakan salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel.

d) Memformulasikan Advance Organizer.

Advance organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1) mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang dipelajari peserta didik.

2) Fase Pelaksanaan

Setelah fase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini.

Untuk menjaga agar peserta didik tidak pasif maka guru harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan peserta didik melalui tanya jawab,

memberi contoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu

Guru hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.

Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif.

Setelah guru yakin bahwa peserta didik mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:

a) Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi
integrative dan

b) Melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi
lebih luas.

Sumber: Modul Belajar Mandiri Calon Guru – Pedagogi, Dirjen GTK Kemdikbud.